Kawasan Navigli di Milan telah lama menjadi simbol penting dalam sejarah kota, dengan kanal-kanal yang dulunya digunakan untuk mengangkut barang dan menyediakan jalur perdagangan vital. Namun seiring perkembangan zaman, banyak bagian dari sistem kanal ini ditutup dan terlupakan. Kini, Pemerintah Kota Milan tengah menjalankan proyek ambisius untuk merevitalisasi Navigli—sebuah inisiatif yang tak hanya bersifat fisik, tetapi juga strategis dalam konteks pengembangan kota yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan identitas budaya lokal.
Revitalisasi Navigli merupakan bagian dari visi jangka panjang Milan untuk menghidupkan kembali kawasan historis sekaligus meningkatkan kualitas hidup warganya. Proyek ini mencakup pembukaan kembali sebagian kanal yang ditutup sejak tahun 1930-an, pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalur pedestrian, ruang hijau, serta peningkatan konektivitas antar kawasan.
Langkah pertama dalam proyek ini dimulai dengan penggalian ulang kanal sepanjang 500 meter yang menghubungkan Darsena ke Via Sforza. Fase ini dipandang sebagai “pilot project” untuk mengukur dampak terhadap mobilitas, lingkungan, dan penerimaan masyarakat. Dengan pendekatan bertahap, proyek ini tidak hanya meminimalisir gangguan terhadap warga, tetapi juga memungkinkan evaluasi dan perbaikan dalam proses implementasinya.
Salah satu aspek penting dari proyek ini adalah upaya harmonisasi antara pelestarian sejarah dan modernisasi infrastruktur. Kanal-kanal yang dibuka kembali tidak hanya berfungsi sebagai elemen arsitektural dan visual, tetapi juga menjadi bagian integral dari sistem drainase kota, membantu mengelola air hujan secara lebih efisien. Dalam konteks perubahan iklim, pendekatan seperti ini sangat relevan untuk kota besar seperti Milan yang menghadapi tantangan lingkungan semakin kompleks.
Lebih dari sekadar proyek konstruksi, revitalisasi Navigli juga berdampak besar pada aspek sosial dan ekonomi. Kehadiran kembali kanal-kanal menciptakan magnet baru bagi sektor pariwisata dan UMKM lokal. Kafe, galeri seni, serta butik-butik kecil mulai tumbuh di sekitar area yang direvitalisasi, menciptakan ekosistem urban yang dinamis dan inklusif. Ini membuka peluang bagi wirausahawan muda dan komunitas kreatif untuk berkontribusi dalam regenerasi kota secara langsung.
Keterlibatan publik menjadi komponen kunci dalam proyek ini. Pemerintah kota aktif melibatkan warga melalui forum diskusi, survei daring, dan konsultasi terbuka agar proses revitalisasi ini mencerminkan kebutuhan serta aspirasi komunitas lokal. Transparansi ini memperkuat legitimasi proyek dan menciptakan rasa memiliki di kalangan masyarakat.
Dalam konteks lebih luas, proyek Navigli menjadi contoh nyata dari pendekatan kota Milan terhadap pembangunan urban yang berwawasan budaya, ekologis, dan sosial. Proyek ini juga selaras dengan prinsip “15-minute city,” yaitu gagasan bahwa warga harus dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam radius 15 menit dari tempat tinggalnya—dengan berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi publik.
Tantangan tentu tidak sedikit. Mulai dari persoalan teknis seputar struktur bawah tanah yang kompleks, hingga tantangan pendanaan dan sinkronisasi antar sektor. Namun, dengan komitmen yang kuat dari pemerintah kota dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, revitalisasi Navigli bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berpotensi menjadi model pembangunan kota yang inspiratif bagi kawasan lain di Italia maupun Eropa.
Dengan menghidupkan kembali kanal-kanal bersejarah, Milan tidak hanya memperbaiki lanskap perkotaan, tetapi juga membangun jembatan antara masa lalu dan masa depan. Navigli bukan lagi sekadar sisa warisan arsitektural, melainkan fondasi baru bagi kehidupan urban yang lebih terhubung, sehat, dan bermakna.